Thursday, July 07, 2005

Kontroversi Ratu Sejagat

Mantan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Indonesia di era Orde Baru, Prof. Wardiman Djojonegoro, baru-baru ini berhasil menggagas keikut-sertaan Putri Indonesia dalam ajang Miss Universe 2005. Putri Indonesia 2004, Artika Sari Devi asal Propinsi Bangka-Belitung, didaulat untuk mewakili Indonesia pada ajang bergengsi tersebut. Berkat dukungan Yayasan Putri Indonesia dan support materiil dari pemilik perusahaan kosmetika ternama Mustika Ratu (Mooryati Soedibyo), Artika menjadi wakil Indonesia pertama selama ajang pemilihan putri sejagat itu digelar. Sebelumnya, Indonesia tidak pernah mengirimkan seorang utusan. Mengingat mayoritas masyarakat kita, terutama para muslimah, bersikap antipati terhadap kontes pemilihan ratu kecantikan sedunia itu.

Adalah sesi peragaan swimwear yang membuat banyak kalangan masyarakat kita alergi terhadap pemilihan Miss Universe. Pada sesi peragaan busana renang itu, para peserta memang diharuskan tampil terbuka. Minimal mengenakan swimwear model one piece, seperti yang dikenakan perwakilan kita di kontes Miss Universe tahun ini. Mengenakan swimwear model one piece, enhancer bra tops, halter tops atau underwire triangle tops, tetap saja sesi yang mengundang mata siapa saja ini menonjolkan bagian tubuh yang sangat pribadi. Maka wajar jika umat Islam Indonesia, terutama kalangan muslimah menentang pengiriman Artika Sari Devi ke ajang Miss Universe.

Pihak lembaga, perorangan ataupun media-media yang ikut memprakarsai serta mendukung pengiriman Putri Indonesia ke ajang Miss Universe, memandang reaksi keras itu sebagai aksi berlebihan. Seorang mantan Putri Indonesia, dalam interview dengan salah sebuah stasiun televisi swasta, menganggap pihak-pihak yang menentang tidak memandang secara utuh penyelenggaraan kontes pemilihan ratu sejagat itu. Seolah-olah kontes Miss Universe hanyalah sebuah perhelatan yang melulu terdiri dari sesi peragaan swimwear,pameran kecantikan, tanpa kegiatan lain yang bisa dikatakan positif.

Media-media cetak dan elektronik nasional pada hari-hari belakanganpun sepertinya membentuk opini dukungan bagi Artika Sari Devi. Media-media tersebut memang memandang wajar atas protes yang dilancarkan banyak kalangan umat Islam. Namun dilain waktu, merekapun memandang apa yang dilakukan Yayasan Putri Indonesia tidak bisa dianggap sebagai suatu kesalahan. "Dengan mengirimkan Putri Indonesia ke kontes kecantikan paling bergengsi di dunia itu, nama Indonesia bisa terangkat di mata publik Internasional,"tulis beberapa media. "Lagipula bukankah Indonesia merupakan negara demokratik, dimana pro dan kontra selalu mungkin ? Dan bukankah negara-negara muslim seperti Turki, Malaysia dan Mesir juga mengirimkan perwakilannya ke kontes ratu sejagat itu ?" tulis media lainnya, menjelang grand final pemilihan Miss Universe, 31 Mei 2005.

Menyimak sikap rata-rata media dan orang-orang terpelajar yang mendukung pengiriman Putri Indonesia ke kontes ratu sejagat, sebuah ajang kelanjutan dari "Bathing Beauty", festival swimsuit yang diselenggarakan perusahaan Catalina Swimwear di Long Beach, California, USA, pada 50 tahun lampau, marilah kita bertanya pada diri : apakah dengan mendukung salah seorang saudari kita mengikuti kontes yang disatu sesi-nya mengharuskan ia berbusana minim, atau memperlihatkan aurat yang seharusnya dilindungi, sekonyong-konyong kita menjadi sebuah bangsa yang terhormat ? Andai partisipasi kita dianggap sebagai sikap terhormat dihadapan negara dan bangsa-bangsa peserta, apakah sikap kita dianggap terhormat juga pada pandangan Allah 'Azza wa jalla ?

Lewat pandangan hati, diatas pandangan akal atau sekedar pandangan kasat belaka, semoga kita bisa jujur dan jernih menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Kadar kejujuran dan kejernihan berpikir kitalah akhirnya yang akan menggolongkan kita sebagai : masyarakat yang fadhilah, masyarakat yang jahiliyah, atau sebuah masyarakat fasiqa. Toh, kita hidup dalam negara yang demokratis, dimana orang bebas bertindak, berpikir, berpendapat, bahkan bebas memilih menjadi apa- menjadi jahil, menjadi fasiq atau menjadi fadhilah. Jangankan tokoh-tokoh barat atau cendekiawan yang menggandrungi ide demokrasi, Allah saja membebaskan kita untuk memilih menjadi baik atau bahkan memilih menjadi buruk. Meskipun begitu, kitapun harus kembali bertanya : Apakah kita siap menerima konsekuensi pilihan kita, ketika balasannya adalah azab dan murka Allah 'azza wa jalla, yang pasti datang dalam waktu dekat atau saat nanti ? Semoga kita bisa tepat dan bijak menjawab pertanyaan terakhir itu. Sehingga rakyat tidak terjebak debat kusir masalah yang tak perlu, dan pemerintah bisa menentukan kebijakan yang tegas dan berwibawa. Pemerintah seharusnya tak perlu ragu bertindak, takut dicap sebagai tukang breidel atau anti-demokrasi, sebab mengikuti fatwa MUI yang mengharamkan partisipasi Putri Indonesia dalam ajang Miss Universe 2005. (red/aea)

No comments: