Friday, July 08, 2005

Premium Habis, Coy !

Bukan Sule, pentolan grup lawak SOS yang melontarkan joke itu kepada Ogi, anggota SOS lainnya. Kalimat itu bukanlah celetukan spontan dalam sebuah acara lawakan. Melainkan tulisan pemberitahuan yang tertempel pada meteran mesin premium, di salah satu pom bensin pinggiran Kota Bandung. Ada yang kontan putus asa, ada yang gemas menggerutu, ada juga yang cuma senyam-senyum --selesai membaca pemberitahuan itu. "Gusti, sudah ngantri sejam kok malah habis ?" keluh Mas Jawa pengendara Vespa, yang sebetulnya sudah dipersilahkan mendahului Pak Tua, pemilik Honda Supra yang sebelumnya ngantri tepat didepannya.

Untuk mengatasi penumpukan dan antrian kendaraan, sebuah pom bensin di Sukabumi sampai memasang pengumuman tak biasa : "pengendara ojek dan motor harap membawa keresek." Antrian motor segera berganti menjadi antrian panjang orang-orang yang menenteng botol Aqua, keresek mini market, wadah oli Mesran, bahkan kaleng minyak goreng. Tinggallah antrian mobil yang membuntut panjang. Dengan pengendara dan penumpang yang tampak loyo, jenuh, pasrah, gerah, lemas bak pindang tongkol. Setengah putus asa mereka, menunggu giliran pengisian besin dalam kabin bersuhu tinggi. "Seperti di oven saja..."komentar sopir abonemen, yang mobil Carry-nya terjepit di tengah antrian. "Sudah kesiksa begini, jatah kita juga dibatasin,Pak.."keluh dia lagi.

***

Langkanya premium telah membuat masyarakat gugup dan tremor. Bagaimana tidak ? Premium sebagai bahan bakar rata-rata kendaraan umum / pribadi ditengarai telah menipis persediaannya. Waktu masyarakat menemukan banyak pom bensin tutup siang pada minggu tanggal 3 Juli, antrian panjang kendaraanpun segera terjadi di seluruh kota-kota Indonesia pada hari seninnya (4/7). "Di pom bensin Sudirman Bandung sampai 2 kilo antriannya."kabar penelepon kepada redaksi cyberMQ, pada senin siang yang terik dan sibuk itu.

Keterlambatan pemerintah membayar dana subsidi BBM ke Pertamina adalah penyebab kelangkaan bahan bakar minyak. Pertamina tak mampu lagi menyediakan pasokan minyak, sebab dana untuk memenuhi stok pasokan memang tak tersedia. Meski tanggal 27 bulan lalu Departemen Keuangan telah mencairkan dana subsidi BBM sebesar 9,3 triliun rupiah, toh kelangkaan BBM masih belum bisa tertanggulangi. Memang masalahnya tidak sesederhana yang kita kira. Dalam sejarah baru kali ini harga minyak dunia berkisar antara $58-$60 per barrel. Sebagai salah satu peingimpor minyak terbesar -sebab produksi minyak dalam negeri tidak mencukupi- dengan anggaran terbatas, pemerintah tentu kesulitan memenuhi harga minyak per barrel yang sedemikian tinggi.

Jumlah kendaraan bermotor yang meningkat drastis, ikut membuat runyam urusan BBM ini. Pemerintah dan Pertamina menemui kesulitan dalam hal penyesuaian kuota dengan kebutuhan BBM di lapangan. Fasilitas kredit dari dealer motor atau mobil-lah yang telah merangsang nafsu banyak orang untuk memiliki kendaraan. Dengan kemudahan kredit, murahnya cicilan, simpelnya birokrasi, semua orang kini gampang memiliki kendaraan. Seliweran mobil atau motor kini bukan lagi pemandangan aneh, bahkan di daerah-daerah terpencil, yang jauh dari kota. Jumlah kendaraan yang berkeliaran di jalanan itulah, yang konon tak sepadan dengan kemampuan subsidi atau distribusi BBM, dari pemerintah sebagai subsider, dari Pertamina sebagai distributor.

***

Dimasa-masa kelangkaan BBM sekarang ini, Kepolisian Daerah Jawa Tengah menyita kapal berisi 528 ton solar, beserta tiga truk mobil tangki milik agen distributor CV Teddy Jaya Putra Bandung, Jawa Barat (liputan6 SCTV). Ribuan ton solar yang hendak diselundupkan ke luar negeri itu disita aparat Pelabuhan Tanjung Intan, Cilacap, Jawa Tengah. Sampai dengan awal Juli, kurang lebih sudah 3.500.000 liter bahan bakar selundupan yang disita pihak aparat kepolisian. Ton-ton bahan bakar sitaan itu berasal dari 231 kasus penyelundupan yang digagalkan antara Maret-Juli 2005 (Pikiran Rakyat, 7 Juli 2005). Sebanyak 304 orang telah diamankan dan ditetapkan sebagai tersangka berkenaan dengan kasus penyelundupan tersebut.

Ditengah kegundahan kita, ternyata tak hanya penyelundup saja yang berbuat ulah. Dengan dalih agar lebih berdaya di mata eksekutif, Badan Urusan Rumah Tangga – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kini tengah menggodok kenaikan tunjangan bagi para anggota dan pimpinannya. Menurut Sekretaris Jenderal DPR, Faisal Jamal, kalau dulu take home pay jajaran parlemen berkisar 19-24 Juta Rupiah, saat tunjangan dinaikkan take home pay mereka menjadi 35-40 Juta Rupiah per bulan. Sebuah rencana yang tentu saja menuai banyak kritikan. Ada yang mengritik DPR sebagai kurang peka, kurang punya sensitivitas politik, mengalami kesesatan logika berpikir- sebab rencana kenaikan tunjangan tersebut berkembang diantara realita keprihatinan rakyat.

Waktu pejabat pemerintah dan Pertamina tepar sepulang rapat membahas kelangkaan BBM, dikala banyak orang nyaris stres dan colaps mengantri jatah premium, nyatanya masih ada pihak yang berusaha memanfaatkan "kesempatan" dalam "kesempitan." Ketika busung lapar, polio menjadi wabah- ketika kelangkaan BBM membuat masyarakat kian susah, resah dan gundah, parlemen yang seharusnya menunjukkan kepedulian tinggi malah sibuk mengurus jatah rejeki sendiri. Aneh ? Pak Haji Sukarno, salah satu orang yang dimintai komentarnya oleh Penulis, ternyata tidak merasa aneh. Menurut tokoh masyarakat Bandung Barat, yang juga simpatisan aktif salah satu partai politik itu, wajar saja kalau jajaran parlemen menuntut kenaikan tunjangan. "Modal untuk jadi anggota dewan itu kan besar, Dik. Wajar saja mereka menuntut kenaikan pendapatan. Belum balik modal mungkin. "cetus nya lurus."Maka dari itu, saya tak pernah mau dicalonkan jadi anggota dewan. Sebab niat hati ini belum bisa untuk lurus, untuk ikhlas sepenuhnya mengabdi. Lebih mulia nge-becak atau dagang cendol buat saya mah. Daripada jadi anggota dewan, janten wakil rakyat, tapi niatnya untuk dapat penghasilan besar."ucap Kakek sebelas cucu yang sedari muda aktif berorganisasi itu.

***

Menghadapi serba keprihatinan ini, rakyat lagi-lagi memang harus bersabar, bersabar dan bersabar. Driver truk, supir angkot, mobil pribadi yang doyan ugal-ugalan, atau anak muda yang hobi ngebut dengan bensin subsidi orangtua, sudah waktunya bagian kalian untuk : menyadari. Tanpa premium, tanpa bensin full tank, tak ada lagi acara petantang-petenteng, acara menyusahkan dan mencelakai orang, yang biasa kalian perbuat. Mengingat kelangkaan BBM saja sudah membuat -kita dan kalian- kelimpungan, maka itulah tandanya : kalian, kita, bukanlah apa-apa, bukanlah siapa-siapa.

Adapun bagi para penyelundup, sebagai orang yang kerap "memancing di air keruh"- selayaknya saja kita bertanya : kapan kalian mau bertobat ? Tidak melulu mencari manfaat, membuat banyak orang sesak, dicekik mudharat berkat perbuatan kalian. Kepada jajaran parlemen, wakil-wakil kita yang terhormat, sebagai mereka yang konon beratasnamakan rakyat- sewajarnya juga kita bertanya : kapan Anda bisa peduli ? Peduli, empati, aktif berpartisipasi, mengentaskan permasalahan rakyat dengan tuntas dan konkret. Kapan sih Anda bisa meluangkan waktu ? Tak hanya sibuk mengurus "kursi", debat kusir dan berkelahi, lantas menuntut penghasilan tinggi. Kapan ?

1 comment:

Unknown said...

Kalau saya sih nggak khawatir, soalnya pakai Pertamax. Produk Pertamina solusi bahan bakar berkualitas dan ramah lingkungan