Thursday, July 07, 2005

Pasca Kenaikan BBM

Ditengah penolakan Dewan Perwakilan Rakyat dan berbagai elemen masyarakat, Menteri Koordinator Perekonomian Aburizal Bakrie mengumumkan kenaikan harga BBM mulai pukul 00.00 WIB, tanggal 1 Maret 2005. Dalam Peraturan Presiden No. 22 / 2005 tentang Pengurangan Subsidi BBM, harga minyak tanah rumah tangga menjadi Rp 700/liter ; harga minyak tanah industri menjadi Rp 2.200 dari Rp 1.800/liter ; harga premium menjadi Rp 2.400/liter dari Rp 1.810/liter, harga solar transportasi menjadi Rp 2.100/liter dari Rp 1.650/ liter ; harga solar industri menjadi Rp 2.200/liter dari Rp 1.650/liter ; harga minyak diesel menjadi Rp 2.300/liter dari Rp1.650/liter ; dan harga minyak bakar menjadi Rp 2.300 dari Rp 1.560/liter. Pemerintah terpaksa mengambil kebijakan menaikkan harga BBM, setelah harga minyak dunia melonjak sekitar U$ 25/ barel menjadi U$ 35/barel. Sehingga, beban subsidi pemerintah atas BBM melonjak dari sekitar Rp 20 triliun menjadi Rp 60 triliun lebih. Kenaikan nilai subsidi sekitar Rp 40 triliun itu tentu saja akan sangat memberatkan beban anggaran pemerintah. Nilai subsidi yang membengkak itu bisa membuat anggaran pemerintahan di akhir tahun mengalami defisit besar.

Tentu saja, banyak elemen masyarakat dan DPR yang sejak jauh hari menolak rencana kenaikan BBM itu, menunjukkan reaksi keras. Fraksi-fraksi di DPR lantas mempertimbangkan rencana untuk menggunakan hak angket pasca pengumuman Peraturan Presiden No.22/2005 itu. Mahasiswa beramai-ramai mendatangi Istana Merdeka sejak pagi hari, dan para pengemudi angkutan kota/desa emoh mengangkut penumpang. Protes keras berlangsung dimana-mana, kendati Menko Perekonomian Aburizal Bakrie mengemukakan bahwa dana kompensasi pengurangan subsidi sebesar Rp 17,8 triliun akan dialokasikan untuk berbagai program pengentasan kemiskinan, peningkatan layanan kesehatan, dan pengadaan sarana-prasarana pendidikan. Kendati Departemen Informasi Dan Komunikasi mensosialisasikan bahwa sekitar 72 persen dari subsidi BBM dinikmati oleh kelompok menengah ke atas, sedangkan kelompok masyarakat bawah hanya menikmati 28 persen dari subsidi tersebut, kenaikan harga BBM tetap membuat gerah sebagian besar masyarakat.

Penolakan DPR dan mayoritas masyarakat terhadap kenaikan harga BBM tercetus dalam berbagai opini. Ada kekhawatiran kenaikan harga yang otomatis mengurangi subsidi, akan membuat masyarakat kian terbebani- semakin terpuruk secara ekonomi. Niat pemerintah untuk mengalihkan subsidi BBM ke sektor kesehatan dan pendidikan sebenarnya memungkinkan untuk bisa dilaksanakan. Tapi mengingat kebutuhan masyarakat lebih besar ada di sektor kebutuhan bahan pokok, keputusan pengalihan subsidi tersebut, dampaknya akan kurang optimal. Lagipula, kenaikan harga komoditas dan jasa sebagai dampak dinaikkannya harga BBM pasti menyebabkan lonjakan harga sembako (sembilan bahan pokok), yang dalam pengalaman kepemimpinan sebelumnya (era Kabinet Persatuan Nasional dan era Kabinet Gotong Royong), sungguh sangat memberatkan rakyat. "Momentum kenaikan BBM untuk saat ini kurang tepat. Kalau ekonomi sudah membaik dan pendapatan masyarakat sudah meningkat, kebocoran sudah bisa diatasi, baru bisa kita pertimbangkan kebijakan itu," pendapat Pjs Presiden PKS Tifatul Sembiring.

Selain opini dalam bentuk kekhawatiran atas efek domino yang bakal ditimbulkan pasca kenaikan harga BBM, sebagian tokoh masyarakat menganggap kenaikan BBM itu sebagai sinyal dari ketidak-mampuan- kepesimisan pemerintah dalam menuntaskan kasus-kasus korupsi. Menurut mereka yang berasumsi demikian, kenaikan itu tidak perlu dilakukan seandainya semua dana yang dikorupsi, teristimewa dana BLBI, bisa dikembalikan pada negara. Selain itu, kenaikan BBM juga tidak perlu dilakukan, seandainya pemerintah bisa mengendalikan APBN maupun APBD propinsi/kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Konon, saat ini lebih dari 80 persen uang rakyat, baik yang melalui APBN/APBD dihabiskan untuk belanja operasional pemerintahan. Sedang yang tersisa untuk kepentingan rakyat hanya sekitar 20 persen saja.

Dari banyak argumen yang dikemukakan oleh kalangan wakil rakyat, masyarakat, dan tokoh-tokoh berkenaan dengan kenaikan harga BBM itu, setidaknya ada tiga pikiran pokok yang menjadi alasan utama mereka menolak kenaikan harga BBM. Pertama, masyarakat belum yakin benar pemerintah mampu mengendalikan dampak dari kebijakan ini terhadap kenaikan harga berbagai kebutuhan hidup. Masyarakat khawatir bahwa kenaikkan harga BBM tersebut akan semakin menambah beban ekonomi yang sudah berat berupa kenaikan harga kebutuhan sehari-hari. Kedua, masyarakat belum yakin bahwa program kompensasi BBM akan dapat mereka nikmati sebagaimana pemerintah janjikan. Ketiga, masyarakat belum dapat membeli alasan keadilan yang melatarbelakangi kenaikkan harga BBM sebagaimana yang disampaikan pemerintah. Masyarakat melihat bahwa masih banyak yang pemerintah bisa lakukan untuk mengurangi beban anggaran selain kenaikan harga BBM. Selain itu, masyarakat juga masih melihat berbagai bentuk ketidak-adilan dalam kebijakan ekonomi, yang tidak pernah diseriusi oleh pemerintah dahulu maupun sekarang.

Untuk menjawab kekhawatiran pertama, pemerintah perlu melakukan operasi pasar, agar harga kebutuhan pokok tidak melambung terlalu tinggi, sehingga tak terjangkau lagi oleh mayoritas masyarakat. Penyesuaian tarif angkutanpun perlu diatur oleh pemerintah. Agar aktivitas jalur transportasi bisa berjalan lancar dan tidak memunculkan kekisruhan seperti diwaktu-waktu lampau.

Untuk menjawab kekhawatiran kedua, pemerintah perlu merancang network yang mudah diawasi, agar dana kompensasi bisa menjangkau hingga daerah-daerah tertinggal yang letaknya terpencil. Sebagai penanggung jawab perlu ditunjuk satu orang, mulai dari tingkat propinsi, kota, kabupaten, kecamatan, hingga desa dan kelurahan. Supaya tidak terjadi penyelewengan, dan jika ternyata masih terjadi, mudah ditelusuri oleh pemerintah.

Untuk menjawab kekhawatiran ketiga, sungguh suatu tantangan terberat untuk pemerintah. Bukti kesigapan pemerintah dalam memberantas korupsi, kembalinya uang rakyat yang dikorupsi kepada negara, adalah fokus yang akan ditatap oleh masyarakat pasca kenaikan harga BBM ini. Selain itu, pemerintah perlu mengalokasikan banyak budget untuk penataan infrastruktur dan suprastruktur yang pokok bagi masyarakat. Simplisitas birokrasi, kebijakan bea yang memberatkan, adalah beberapa point yang harus betul-betul dipikirkan oleh pemerintah.

Ketiga point itulah yang harus sangat dipertimbangkan oleh pemerintah, dan diawasi penuh oleh seluruh elemen masyarakat. Tanpa keseriusan pemerintah dan perhatian penuh dari masyarakat, dampak-dampak negatif yang muncul kelak akan membuat perekonomian Indonesia benar-benar ambruk. Untuk jangka waktu yang lama, siapapun yang memerintah, siapapun yang diperintah, akan dipaksa menelan buah simalakama. Jadilah ekonomi Indonesia buah simalakama bagi rakyat dan pemerintahnya.

No comments: